https://bajawa.times.co.id/
Berita

Bibir Laut Pacitan Jadi Panggung Sinema Nasional, Festival Film Horor 2025 Catat Sejarah

Minggu, 14 Desember 2025 - 20:33
Bibir Laut Pacitan Jadi Panggung Sinema Nasional, Festival Film Horor 2025 Catat Sejarah Festival Film Horor 2025 di Pantai Pancer Dorr menjadi tonggak baru Pacitan sebagai ruang temu sineas horor nasional dengan latar alam pesisir selatan Jawa. (FOTO: FFH for TIMES Indonesia)

TIMES BAJAWA, PACITANKabupaten Pacitan kini punya cerita baru. Bukan hanya soal pantai dan perbukitan karst, tapi juga tentang sinema.

Jumat malam, 12 Desember 2025, bibir Pantai Pancer Dorr berubah menjadi ruang gelap penuh cerita, tempat lahirnya Festival Film Horor (FFH) 2025. Untuk pertama kalinya di Indonesia, festival film horor digelar di ruang terbuka alam, tepat di tepi Samudra Hindia.

Digagas Komunitas Ruang Film Pacitan bersama Pemerintah Kabupaten Pacitan, FFH 2025 bukan sekadar ajang nonton film.

Festival ini menjadi penanda keseriusan Pacitan masuk ke peta ekosistem film nasional. Sekaligus memperlihatkan satu hal penting jika film horor bukan lagi genre pinggiran, tapi sudah menjadi tulang punggung industri film Indonesia.

Antusiasme publik terasa sejak sore. Lebih dari 1.000 penonton memadati kawasan Pantai Pancer Dorr. Dari sisi produksi, minat sineas juga tak kalah besar. Panitia mencatat ada 285 film horor dari berbagai daerah yang masuk proses seleksi. 

Festival Board FFH 2025, Garin Nugroho, menyebut film horor punya posisi yang jauh lebih penting daripada sekadar urusan menakut-nakuti penonton.

Festival-Film-Horor-2.jpg

“Festival Film Horor bukan hanya soal film. Film horor merefleksikan kehidupan kita, mulai dari adat, folklor, legenda, hingga religi. Bahkan cara berpikir, gaya hidup, dan cara bertindak masyarakat Indonesia bisa dibaca lewat film horor,” kata Garin dalam video sambutannya.

Ia juga menegaskan kekuatan genre ini dari sisi industri.

 “Data menunjukkan film horor mencapai sekitar 70 persen dari total produksi film Indonesia. Itu artinya, horor adalah penopang utama industri film kita hari ini,” ujarnya.

Pantai, Senja dan Sensasi Horor

Pemilihan Pantai Pancer Dorr bukan keputusan sembarangan. Ketika matahari mulai tenggelam dan angin laut selatan berembus, suasana alami pantai justru membangun pengalaman sinematik yang tak mungkin didapat di gedung bioskop.

Lampu temaram, kursi yang disusun rapat, dan layar besar di ruang terbuka menghadirkan kembali rasa bioskop layar tancap. Saat senja berganti malam, atmosfer horor terasa semakin hidup, atau justru semakin mencekam.

Festival dibuka sekitar pukul 19.30 WIB. Bupati Pacitan Indrata Nur Bayu Aji bersama jajaran pemerintah daerah, sineas, dan tamu undangan diarak menuju area utama dengan iringan penari rontek dari Sanggar Pradapa Lokabakti. Kostum hantu-hantu lokal yang dikenakan para penari menjadi simbol pertemuan tradisi dengan sinema modern.

Peresmian dilakukan lewat penyalaan api petromaks oleh Bupati Pacitan. Sederhana, tapi kuat. Cahaya temaram di tengah gelap pantai seolah menegaskan karakter FFH: membumi, dekat dengan budaya lokal, dan berani tampil berbeda.

Titik Temu Pelaku Film Nasional

FFH 2025 juga menjadi ruang perjumpaan penting bagi pelaku industri film. Aktor Siti Fauziah, yang dikenal lewat peran Bu Tejo dalam film Tilik juga hadir bersama para sutradara seperti BW Purbanegara dan Hestu Saputra.

Dari dunia akademik dan kajian film, tampak nama-nama seperti Erina Adeline (IKJ), Ekky Imanjaya (Binus), Novi Kurnia (UGM), Putri Nugrahaning dan Ardi Chandra (ISI Solo), serta Pius Rino (ISI Yogyakarta).

Dukungan komunitas film nasional juga terasa kuat. Akhmad Yani dari JAFF Community Forum serta Setawijaya dari Omah Jayeng & Garin Art Lab terlibat aktif sejak awal. Aktor sekaligus produser Dennis Adhiswara hadir sebagai pengisi Public Lecture FFH 2025.

Dari unsur lokal, Efi Suraningsih—tokoh Pacitan yang juga Ketua PKK Pacitan—dipercaya menjadi dewan juri kategori film eksibisi. Sebuah penanda bahwa keterlibatan daerah bukan sekadar formalitas.

Pendidikan dan Regenerasi

FFH 2025 tak berhenti pada layar. Sejak hari pertama, festival ini juga menyasar pendidikan dan regenerasi. Workshop Keaktoran Film Horor digelar di SMKN 1 Pacitan, melibatkan puluhan pelajar.

Workshop dipandu Whani Darmawan, aktor, sutradara, sekaligus sastrawan bersama aktor senior Pritt Timothy. Para siswa mendapat pengalaman langsung belajar akting dari pelaku industri, sesuatu yang jarang mereka temui di ruang kelas.

Festival-Film-Horor-3.jpg

Direktur Festival FFH 2025, Idham Nugrahadi, menegaskan bahwa FFH sejak awal dirancang sebagai ekosistem yang berkelanjutan, bukan sekadar acara tahunan yang datang dan pergi.

Horor sebagai Kritik Sosial

Sebagai penanda pembukaan, FFH 2025 memutar film undangan Pelabuhan Berkabut produksi Kura Kura Film. Film berdurasi 17 menit ini memadukan teror dengan isu-isu nyata—mulai dari stunting, krisis ekologi, hingga ketahanan pangan.

Pemutaran dilanjutkan diskusi bersama Saka Guna Wijaya, perwakilan Kura Kura Film sekaligus putra daerah Pacitan. Diskusi menggarisbawahi satu hal: film horor bisa menjadi medium kritik sosial yang tajam, tanpa kehilangan daya tariknya.

Garin Nugroho menutup sambutannya dengan refleksi.

“Perayaan film horor di Pacitan adalah perayaan untuk kita semua. Perayaan agar kita bisa memahami bagaimana masyarakat kita hidup, bereaksi, dan bertindak dalam kehidupan berbangsa,” tutupnya.

Dari bibir laut Pacitan, FFH 2025 membuka kemungkinan baru, ternyata daerah bisa menjadi pusat narasi sinema nasional, dan horor menjadi bahasa kultural yang paling jujur serta dekat dengan kehidupan masyarakat Indonesia. (*)

Pewarta : Yusuf Arifai
Editor : Ronny Wicaksono
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Bajawa just now

Welcome to TIMES Bajawa

TIMES Bajawa is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.