TIMES BAJAWA, PAMULANG – Beberapa minggu yang lalu IMF meminta pemerintah Indonesia melakukan peninjauan ulang terhadap kebijakan larangan ekspor nikel dan hilirisasi industri hasil tambang serta mengatur kembali kebijakan yang sudah dibuat oleh Prediden Jokowi. Sebagai warga negara, kami tidak rela ada institusi lain di luar Negara Kesatuan Republik Indonesia mengatur urusan didalam negeri kita. Sebaiknya IMF fokus mengurus negara miskin yang jelas membutuhkan perhatian dan bantuan IMF .
Sampai saat ini banyak negara maju bisa menikmati sumber daya alam Indonesia dengan mudah, dengan adanya kebijakan larangan ekspor nikel yang dibuat Presiden Jokowi mereka mulai merasa tidak nyaman. Walaupun sebelum kebijakan ini dibuat, sebenarnya pemerintah melalui kementerian investasi / BKPM mengundang investor untuk melakukan investasi di Indonesia, namun hanya negara tertentu yang memberikan respon dan melakukan investasi.
Sudah lama Indoensia menjadi korban diskriminasi dari negara maju melalui berbagai macam kebijakan yang menghambat produk Indonesia, tujuannya jelas mereka tidak ingin Indonesia menjadi negara maju dan kebijakan presiden Jokowi terkait hilirisasi hasil tambang dan memberlakukan larangan ekspor hasil tambang, dianggap mengancam keberlangsungan industri mereka.
Permintaan IMF membuat rakyat dan bangsa Indonesia semakin sadar bahwa sumber daya alam seperti nikel dan hasil tambang lainya hanya memberikan nilai tambah bagi negara maju. Sedangkan Indonesia selalu berada di posisi lemah serta hanya menjadi pasar bagi produk mereka.
Tanpa disadari selama ini Indonesia dipaksa membeli besi, baja, stainless steel dan produk lain yang berbahan baku dari kita. Sebagai negara yang sedang giat membangun tentu banyak membutuhkan besi, baja dan almunium. Walaupun kebijakan yang dibuat presiden Jokowi agak terlambat, kita perlu bangga dan memberikan apresisasi atas kebijakan ini yang membuat negara kita akan melompat jauh dengan hilirisasi industri yang digagas oleh Presiden Jokowi, termasuk dalam mengembangkan komponen battery mobil listrik didalam negeri. Dengan kemampuan ini membuat negara kita diperhitungkan oleh negara lain dalam kancah internasional.
Untuk lebih mudah kita memahami pentingnya hilirisasi industri, penulis membuat ilustrasi sederhana bagaimana meningkatkan nilai tambah hasil pertanian (kapas) menjadi baju. Pertama jika negara hanya menjual kapas keluar negeri, nilai tambah yang akan diperoleh negara hanya sebesar USD 500. Kedua dengan membangun pabrik benang, tekstil, garmen dan sentra perdagangan maka negara akan memperoleh nilai tambah sebesar USD 1300. Artinya dengan hilirisasi, negara akan mendapatkan nilai tambah sebesar USD 800, jumlah ini jauh lebih lebih besar jika dibandingkan negara hanya menjual kapas keluar negeri .
Hilirisasi industri dengan membangun pabrik benang, garmen dan pusat perdagangan selain memberikan nilai tambah juga mampu menyerap banyak tenaga kerja didalam negeri, kemudian UMKM seperti warung makan, toko kelontong, transportasi seperti ojek dan rumah kontrakan untuk pekerja pabrik akan tumbuh dan mampu menggerakan perekenomian di daerah tersebut.
Dari sisi ekonomi, dengan meningkatnya pendapatan masyarakat di sekitar pabrik, maka akan meningkat pula konsumsi masyarakat dan sekitranya. Jika pertumbuhan konsumsi masyarakat ini bisa di kelola dengan baik maka pertumbuhan ekonomi secara nasional akan menuju kearah yang lebih baik juga. Kita tahu bahwa setiap kebijakan tidak bisa membuat semua orang nyaman. Paling tidak kita paham untuk apa kebijakan dibuat, tentu untuk kebaikan kita semua.
***
*) Oleh : Sugiyarto, S.E., M.M.; Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pamulang.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
Pewarta | : |
Editor | : Ronny Wicaksono |