TIMES BAJAWA, KUPANG – Tiga bangunan megah milik Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (Pemprov NTT) yang menelan anggaran senilai kurang lebih Rp 70 Milyar belum rampung hingga saat ini alias mangkrak.
“Bangunan ini sangat disayangkan karena dibiarkan begitu saja bertahun-tahun padahal anggaran pembangunan ini menelan anggaran kurang lebih Rp70 miliar,” kata Dekan Fakultas Teknik Universitas Citra Bangsa (FT UCB) Kupang Andre Koreh, Rabu (2/10/2024).
Andre yang juga mantan birokrat ini pernah menangani pembangunan infrastruktur di NTT, menjelaskan terkait tiga pembangunan yang belum rampung alias mangkrak ini antara lain, Gedung NTT Fair di Bimoku Kupang yang menelan biaya kurang lebih Rp29 miliar, Monumen Pancasila di jalur lingkar luar Kota Kupang menelan anggaran kurang lebih Rp28 miliar, dan Gelanggang Olah Raga (GOR) Mini Oepoi menelan anggaran kurang lebih Rp12 miliar.
“Anggaran ini melalui kombinasi biaya APBN dan APBD NTT sejak tahun 2012. Jika ditotalkan uang negara yang dialokasikan untuk ketiga bangunan tersebut mencapai anggaran lebih kurang sekitar Rp70 miliar,”sebut Ketua Pusat Studi Jasa Konstruksi Kupang ini.
Ia mengatakan, tiga bangunan yang tidak selesai alias mangkrak ini tentunya publik hanya bisa melihat dan pasrah tanpa mengetahui mengapa bangunan ini dibiarkan begitu saja tidak tuntas padahal ada uang negara yang dibiayai dengan jumlah yang sangat besar namun menghasilkan bangunan setengah jadi.
“Jadi kalau dilihat pemerintah ini seakan tidak berniat untuk menuntaskan bangunan ini. Padahal yang menggagas bangunan ini pemerintah. Penegak hukum pun sepertinya tidak melihat sesuatu yang perlu diselidiki lebih jauh. Entah mengapa mereka enggan melakukan penyelidikan,” tuturnya.
Lebih lanjut, Andre selaku Ketua Persatuan Insinyur Indonesia (PII) Wilayah NTT, mengungkapkan tujuan semula proyek ini dibangun adalah terbangunnya sebuah monumen yang bisa dijadikan tempat berbagai kegiatan ekonomi, pameran kesenian termasuk Bisnis UMKM yang pada gilirannya diharapkan menjadi sumber penerimaan daerah.
“Sayangnya tidak ada upaya menekan kerugian negara bahkan setidaknya ada upaya mengurangi potensi kerugian negara, begitupun tidak ada upaya penegakkan hukum agar semua menjadi jelas dan transparan,” terang Andre.
Adapun tanggapan sejumlah masyarakat NTT terhadap tiga pembangunan mangkrak ini berharap bisa dilanjutkan kembali agar masyarakat NTT bisa merasakan manfaat dari bangunan publik ini.
“Yang diharapkan semoga pembangunan ini berlanjut dan tidak ada lagi pembangunan infrastruktur yang dijadikan ajang politik untuk saling mematikan,” kata Tombi, warga NTT. (*)
Pewarta | : Moh Habibudin |
Editor | : Hendarmono Al Sidarto |